Putut yang juga menjabat Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri itu mengatakan, selama periode 2016-2018 terdapat 36 ribu aduan dari masyarakat melalui pesan pendek, website, surat elektronik dan aduan langsung.
Dari aduan tersebut, sambungnya, ada 13.000 aduan yang tidak dapat ditangani, 12.000 dapat ditindaklanjuti dan 1.393 perkara diproses ke pengadilan tindak pidana korupsi.
“50 persen masalah pelayanan masyarakat, 20 persen perizinan,” ujarnya.
Dikatakannya juga, “institusi pemerintah paling banyak terjadi kasus pungli diantaranya di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Polri. Sedangkan provinsi yang paling banyak kasus pungli yakni Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten dan Sumatera Utara,” terangnya.
Tambah Putut, “Hasil operasi tangkap tangan sampai dengan saat ini sejumlah 7.439 kasus,” jelasnya.
Kendati demikian, lanjut Putut, tidak semua operasi tangkap tangan itu diajukan ke pengadilan, karena sebagian dikembalikan ke institusi yang bersangkutan untuk dijatuhi sanksi administrasi. Sejumlah perkara yang tidak diproses ke meja hijau dikarenakan biaya proses hukum tidak sebanding dengan nilai pungutan liarnya.
“Perkara yang tidak dibawa ke meja hijau diserahkan ke internal institusi yang bersangkutan. Mereka dijatuhi sanksi administrasi, mulai dari pencopotan jabatan,” paparnya.(Her)