Dr. Ahmad Yani, SH., MH : Saya Rasa Yang Dilakukan Fredrich Dalam Membela Kliennya Masih Dalam Tahap Yang Wajar

oleh -237 Dilihat

1526595391652_4bb5f064-8260-4e82-ba7f-d75d87_1_1Jakarta – Dr. Ahmad Yani, SH., MH , mantan Anggota Komisi III DPR RI, yang kini berprofesi sebagai Dosen juga Advokat, menjadi saksi ahli dalam perkara dugaan merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat Fredrich Yunadi, kala itu menjadi kuasa hukum Setya Novanto.

Menurut Ahmad Yani, apa yang dilakukan Fredrich dalam membela kliennya yakni Setya Novanto masih dalam hal wajar, dan merupakan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh kuasa hukum. Sehingga aktivitas Fredrich Yunadi harusnya dilindungi oleh Negara.

“Wujud perlindungan Negara itu tertuang dalam UU Advokat. Walaupun sebelum diuji MK perlindungan terhadap advokat itu di dalam pengadilan. Namun setelah diuji di MK perlindungan terhadap advokat juga di luar pengadilan. Ada semangat untuk memproteks advokat dalam menjalankan profesinya,” kata Yani usai menjadi saksi ahli untuk terdakwa Fedrich Yunadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Ahmad Yani menilai, proses menghalangi-halangi yang dituduhkan ke Fredrich Yunadi tidak tepat. Karena pihak yang bisa menghalang-halangi adalah yang mempunyai otoritas Abuse of Power. Sementara Fredrich tidak memiliki otoritas atau kewenangan untuk menghalangi. Oleh karenanya, perkara yang menjerat Fredrich jika tetap dilanjutkan akan menjadi abuse of power (tindakan penyalahgunaan wewenang). Sehingga perkara yang menjerat Fredrich harus dihentikan.

“Harusnya sebelum membawa ke pengadilan, diperiksa dulu secara kode etik. Apakah betul melakukan pelanggaran atau tidak. Kalau pun betul melakukan pelanggaran tapi wilayahnya bukan Pengadilan Tipikor tapi pengadilan umum. Karena Pengadilan Tipikor itu khusus korupsi. Oleh karenanya Feedrich harus dilepaskan,” paparnya.

Yani menyarankan, jika perkara Fredrich tetap dilanjutkan maka baiknya dilimpahkan ke pengadilan umum. Karena Fredrich tidak boleh diadili dua kali dalam persoalan yang sama.

“Saya rasa apa yang dilakukan Fredrich dalam melakukan perlindungan terhadap kliennya masih dalam tahap yang wajar. Kalau dibilang menghalangi proses penyidikan, nyatanya penyidikan tetap berjalan dan Setya Novanto sudah menjalani vonis,” jelasnya.

Sementara itu Ketua Umum PERADI dan juga dosen tetap pasca Sarjana Universitas Jayabaya Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan SH., MH mengatakan, setelah adanya UU No 18 tentang advokat tahun 2003, dimana tugas-tugas advokat harus dilakukan dengan baik dalam persidangan ataupun diluar persidangan sesuai yang putus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) No 26/PUU-XI/2013.

Dijelaskannya, adapun jika advokat dalam pelaksanaan tugas sebagai advokat dinilai melanggar hukum, padahal dirinya punya sedang menjalankan tugas advokat, maka yang berhak menilai Etikad baik atau tidak adalah dewan kehormatan dari lembaga advokat/ PERADI. Bukan penyidik, JPU maupun Hakim.

Fauzi menyatakan, menurut pasal 8 konvensi PBB, advokat wajib dilindungi negara dan tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana ataupun dalam bentuk apapun. Advokat itu profesi officium nobile yang merupakan satu dari empat pilar penegak hukum Indonesia.

Sebelumnya, dalam persidangan Dr. Ahmad Yani, SH., MH dalam memberikan keterangan, sempat menjadi perdebatan antara tim kuasa hukum Fredrich dan Jaksa KPK. Alasannya jaksa keberatan karena profesi Yani sebagai advokat, sehingga dikhawatirkan akan terjadi conflict of interest.

Selain keberatan atas kesaksian Dr. Ahmad Yani, SH., MH, jaksa juga keberatan dengan dua saksi  lainnya, yakni dosen Universitas Jayabaya Fauzie Yusuf Hasibuan, dan dosen Universitas Pakuan Bogor Youngky Fernando.

“Kami keberatan saksi yang dihadirkan ini, Yang Mulia. Karena terdakwa advokat, kami takut ada conflict of interest. Kami nggak tahu keahlian apa saksi ini, apalagi Pak Hasibuan satu organisasi dengan terdakwa,” ucap jaksa KPK Roy Riady.

Atas keberatan itu, Fredrich Yunadi langsung menanggapi. Fredrich menyebutkan Dr. Ahmad Yani, SH., MH menjadi saksi karena mempunyai kapasitas untuk menilai UU KPK. Sebab, Dr. Ahmad Yani, SH., MH merupakan mantan anggota Komisi III DPR yang bermitra dengan KPK.

“Pertama, kami sampaikan Dr. Ahmad Yani, SH., MH dari Komisi III DPR walaupun sekarang sudah keluar. Beliau yang membuat undang-undang dan mitra kerja KPK. Dia (Dr. Ahmad Yani, SH., MH) tahu betul UU KPK dan UU Tipikor,” tutur Fredrich.

Sambungnya, sedangkan Fauzi Yusuf Hasibuan merupakan Ketua umum Peradi, dihadirkan sebagai dosen Universitas Jayabaya. Fredrich menyatakan, Fauzi akan menjelaskan imunitas advokat.

“Pak Fauzi Ketum Peradi yang membawahi ribuan advokat. Bagaimana imunitas advokat, beliau yang bawahi majeis kehormatan. Beliau juga sebagai dosen guru besar, lihat keahliannya. Memang beliau juga advokat, apa nggak boleh jadi ahli kalau punya keahlian di bidang tertentu,” kata Fredrich.

Namun jaksa KPK tetap keberatan terhadap saksi yang dihadirkan. “Pak Fauzi karena beliau Ketua Peradi dan satu organisasi advokat sama terdakwa. Dan sidang kode etiknya belum selesai, maka nggak elok kita dengarkan karena proses etik belum selesai. Bagaimana mau objektif dia (Fauzi) berikan keterangan untuk anggotanya,” tutur jaksa KPK Roy Riady.

Meski begitu, majelis hakim sempat mempertimbangkan Fauzi diperiksa sebagai saksi meringankan untuk Fredrich Yunadi. Namun Fredrich masih bersikukuh untuk menjadikan saksi ini menjadi ahli.

Akhirnya, majelis hakim pun memeriksa ketiga saksi ini. Keberatan jaksa KPK akan dicatat majelis Hakim.

“Keberatan jpu kami catat, tapi semua akan kami periksa sebagai ahli dan akan kami sumpah,” ucap Hakim.(Her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *