Ketua PJI Nyatakan Kejaksaan Pilar Penting Dalam Struktur Hukum

oleh -279 Dilihat
Jpeg
Jpeg

Jakarta – Ketua Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Noor Rochmad, usai Musyawarah Nasional (Munas) mengatakan, kepada seluruh Jaksa untuk selalu bekerja secara profesional dan proporsional menjaga intregitas.

Dikatakan Noor Rochmad, penguatan Kejaksaan RI secara kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan (constitutional law) sebenarnya adalah lebih merupakan kebutuhan untuk mewujudkan prinsip negara hukum yang harus dipertegas sebagai sesuatu hal yang sangat esensial dan prinsip menjadi bagian tidak terhindarkan dari constitutional importance untuk diatur dan ditempatkan secara jelas dalam konstitusi, mengingat demikian strategisnya fungsi dan peran yang dimiliki Kejaksaan RI yang merupakan salah satu elemen dan pilar penting dalam struktur hukum (legal structure) di Indonesia.

Pertama, amandemen terhadap Bab IX yang sebelumnya berjudul Kekuasaan Kehakiman menjadi Kekuasaan Peradilan. Di dalam Kekuasaan Peradilan tersebut terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu sub bab Kekuasaan Kehakiman yang mengatur kewenangan mengadili, meliputi Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, serta sub bab Kekuasaan Kejaksaan yang mengatur tentang institusi Kejaksaan dengan rincian tugas dan kewenangannya.

Kedua, pengaturan Kekuasaan Kejaksaan dalam bab tersendiri yang terpisah dari Kekuasaan Kehakiman, yang saat ini diatur dalam Bab IX UUD NRI 1945. Pengaturan Kekuasaan Kejaksaan dalam bab tersendiri tersebut, dimaksudkan untuk membedakan dengan Kekuasaan Kehakiman yang semata-mata berada pada ranah yudikatif, sementara Kejaksaan memiliki karakteristik yang tidak hanya menjalankan fungsi yudikatif, tetapi juga bertindak mewakili untuk dan atas nama negara dan pemerintah baik didalam maupun diluar pengadilan disamping turut serta menyelenggarakan ketertiban dan ketenteraman umum, yang semua itu berada dalam lingkup wilayah kekuasaan eksekutif.

Ia mengatakan, wewenang central of authority dibutuhkan kejaksaan supaya tidak memperpanjang birokrasi. Saat ini kejaksaan atau kepolisian yang membutuhkan kerja sama lintas negara harus berkoordinasi terlebih dulu ke Kemenkum Ham.

“Nah karena tidak ada wewenang di dalam tugas yudisial maka pada akhirnya ketika ada komunikasi antar negara itu pada akhirnya tidak langsung ditangani Kumham, tapi pada akhirnya minta bantuan kejaksaan atau kepolisian. Nah ini tentu memperpanjang birokrasi,” kata Noor.

Lanjutnya, “oleh karena itu lebih ideal manakala itu akan di laksanakan kejaksaan sebagai aparatur yang punya kewenangan di bidang penegakan hukum,” sambung Noor.

Ia mencontohkan, misalnya saat memburu buronan atau pencarian aset pelaku pidana di luar negeri, maka kejaksaan harus berkoordinasi melalui Kemenkum HAM terlebih dahulu untuk berkomunikasi dengan negara lain. Sementara itu Kemenkum HAM tidak memiliki data terkait buronan tersebut sehingga kejaksaan harus kembali memberikan informasi.

“Nah yang mewakili sekarang secara administratif adalah Kemenkum HAM, nah ketika dia mau mengeksekusi dia tidak tahu perkaranya. Ini perkaranya yang mana caranya bagaimana pasti akan lari ke kejaksaan atau kepolisian yang mengatasi masalah itu,” tandasnya .

Noor Rachmad dampingi Ketua panitia Munas PJI 2017 ,Amir Yanto dan Kepala Pusat Penerangan Hukum ( Kapuspenkum) M. Rum.(Her)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *